PERBANDINGAN PENDIDIKAN
AUSTRALIA DAN INDONESIA
Novia Nur Fadhila
A. Pendahuluan
1.
Potret Negara Australia[1]
Australia
adalah satu-satunya benua di dunia yang hanya terdiri dari satu buah negara,
yang juga disebut dengan Australia. Meski demikian, Australia memiliki enam
negara bagian serta dua wilayah daratan (territori) yang mulai dikonstitusikan
pada tanggal 1 Januari 1901. Keenam negara bagian tersebut antara lain adalah
New South Wales (Ibukota: Sydney), Victoria (Ibukota: Melbourne), Queensland
(Ibukota: Brisbane), Australia Selatan (Ibukota: Adelaide), Australia Barat
(Ibukota: Perth), dan Tasmania (Ibukota: Hobart). Sedangkan kedua territornya
adalah Northern Territory dan Australian Capital Territory. Ibukota negara
Australia sendiri adalah Canberra.
Australia adalah masyarakat yang
stabil, berkebudayaan majemuk dan
demokratis disertai dengan angkatan kerja yang terampil dan ekonomi yang kuat
dan berdaya saing. Dengan penduduk lebih dari 21 juta, Australia adalah
satu-satunya bangsa yang memerintah seluruh benua dan negara dengan wilayah
daratan terluas ke-enam di dunia. Masyarakat multikultural Australia mencakup
penduduk Asli dan pendatang dari sekitar 200 negara.
Australia adalah salah satu massa daratan tertua di dunia dan telah
berpenghuni manusia sekitar 60.000 tahun. Sebelum kehadiran pendatang Eropa,
penduduk Aborijin dan Penduduk Kepulauan Selat Torres mendiami sebagian besar
wilayah benua. Sejarah kontemporer Australia secara relatif singkat, dengan
pemukiman Eropa pertama didirikan oleh Inggris Raya pada 26 Januari 1788.
Australia memiliki 10 persen keanekaragaman hayati dunia dan sejumlah besar
tanaman, hewan dan burung asli tidak ada di lain tempat di dunia. Australia
bertekad melestarikan warisan alam dan lingkungan hidupnya yang unik dan
memiliki sejumlah prosedur perlindungan, termasuk pencatatan dalam Warisan
Dunia dan banyak taman nasional dan perlindungan kehidupan liar.
Australia adalah salah satu ekonomi yang paling berdaya tahan,
berpertumbuhan tinggi di dunia. Australia memiliki sektor pemerintah yang
efisien, pasar buruh yang luwes dan sektor bisnis yang berdayasaing tinggi.
Dengan sumber daya alam yang melimpah, Australia memiliki standar hidup yang
tinggi sejak abad ke 19. Australia telah melakukan investasi besar dalam
infrastruktur sosial, termasuk pendidikan, pelatihan, kesehatan dan
transportasi.
Angkatan kerja Australia yang berjumlah sekitar 10 juta sangat terlatih.
Banyak manajer senior dan staf teknik memiliki pengalaman internasional,
sementara hampir setengah angkatan kerja Australia memiliki kualifikasi
universitas, kejuruan atau diploma.
Dalam ekonomi global, keterampilan bahasa merupakan kemampuan penting bagi
angkatan kerja. Walaupun Australia adalah negara berpenutur bahasa Inggris,
lebih dari 5 juta penduduknya berbicara bahasa kedua. Australia menawarkan
pengenalan budaya bisnis Barat dengan angkatan kerja yang mampu beroperasi
dalam kedua lingkungan bisnis Asia dan Barat, karena Australia memiliki
sejumlah besar ketrampilan bahasa Asia di kawasan.
Keterampilan bahasa dan kemampuan-kemampuan lain yang menarik perusahaan
asing sebagian merupakan hasil dari masyarakat Australia yang majemuk secara
budaya. Para migran memiliki pengaruh yang nyata pada semua aspek masyarakat
Australia. Selama lebih dari 60 tahun migrasi terencana pasca-perang, Australia
telah menerima lebih dari 6,5 juta migran dari lebih 200 negara, termasuk lebih
dari 660.000 pengungsi. Penduduk Australia telah meningkat dari sekitar tujuh
juta menjadi lebih dari 21 juta.
Sistem
pendidikan Australia berstandar tertinggi dan menikmati pengakuan
internasional. Sekolah adalah wajib di seluruh Australia, yang memberikan
sumbangsih pada tingkat melek huruf 99 persen. Sekolah-sekolah kami
mengembangkan keterampilan dan kepercayaan diri para pelajar; lulusan
universitas Australia unggul pada penelitian dan inovasi terdepan; serta
pendidikan kejuruan dan teknik memajukan sektor industri yang sedang berkembang
pesat. [2]
Australia juga
salah satu penyelenggara pendidikan dan pelatihan terdepan di dunia bagi
pelajar internasional, termasuk pelatihan bahasa Inggris. Lebih dari 400,000
pelajar dari sekitar 200 negara menerima pendidikan Australia setiap tahun.
Kursus ditawarkan baik di Australia maupun di luar negeri.
Sistem pendidikan
dan pelatihan Australia tunduk pada pengkajian ulang dan kendali berkelanjutan
dari pemerintah, industri dan badan-badan profesional untuk mempertahankan dan
meningkatkan standarnya yang sudah tinggi. Jaminan mutu di pendidikan tinggi
Australia berdasarkan pada kemitraan kukuh antara sektor pendidikan tinggi dan
Pemeritah Australia, pemeritah negara bagian dan teritori. Kemitraan ini
menjamin standar yang konsisten secara nasional dalam pemberian persetujuan dan
akreditasi, pengawasan luar dan audit mutu independen.[3]
Demikianlah
gambaran singkat negara Australia dengan segala kelebihan dan kekurangan yang
dimiliki dari berbagai aspek termasuk pendidikan. Selanjutnya penulis akan
membahas tentang perbedaan pendidikan di Australia dengan di Indonesia.
B. SistemPendidikan
di Australia dan Indonesia
1.
Tujuan Pendidikan
Tujuan umum
berbagai sektor pendidikan Australia digariskan dalam undang-undang yang
mengisyaratkan perlunya pengembangan antara pelayanan kebutuhan individu dan
kebutuhan masyarakat melalui sistem pendidikan. Pada level sekolah, tekanan
adalah pada pengembangan potensi murid sebaik mungkin.[4]
Pada tingkat
pendidikan tinggi, tekanan yang lebih besar diarahkan pada pencapaian kebutuhan pendidikan untuk
kepentingan ekonomi serta masyarakat secara umum. Untuk mencapai tujuan umum
ini, berbagai sektor pendidikan
tinggi harus mempunyai fokus program yang berbeda-beda.
Misalnya, universitas lebih mengutamakan pengembangan ilmu pengetahuan,
sedangkan sektor pendidikan teknik dan pendidikan lanjutan lainnya lebih
memusatkan perhatian pada pendidikan kejuruan.[5]
Sedangkan tujuan nasional pendidikan Indonesia adalah untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[6]
2.
Program Wajib Belajar
Di Australia
program wajib belajar diikuti oleh anak usia 6 tahun 6 bulan–17 tahun 6 bulan
(7-18 tahun), yakni program wajib belajar 12 tahun[7].
Di Indonesia awalnya hanya program wajib belajar 9 tahun (SD-SMP), namun
sekarang sudah menjadi program wajib belajar 12 tahun (SD, SMP, SMA).
3.
Jenjang Pendidikan
Pembagian
jenjang pendidikan di Autralia terbagi menjadi tiga, yaitu Pendidikan Sekolah
Dasar, Pendidikan Sekolah Menengah, dan Pendidikan Tinggi. Secara umum
Pendidikan Sekolah Dasar di Australia terdiri dari Pendidikan Pra Sekolah
(Taman Kanak-kanak) rentang usia 4-6 tahun dan Pendidikan Sekolah Dasar yaitu
kelas 1-6 atau kelas 1-7 tergantung pada kebijakan wilayah teritorial
masing-masing. Sehingga Pendidikan Dasar meliputi Sekolah Dasar dan Sekolah
Menengah Pertama.[8]
Pendidikan
sekolah menengah ditepuh dari kelas 6 atau 7 sampai kelas 10. Kemudian
Pendidikan sekolah menengah atas mencakup kelas 11 dan 12. Pendidikan sekolah menengah atas di Australia
menawarkan beberapa jenis program namun hasil-hasil pembelajarannya sama yaitu
menyiapkan para siswa untuk studi, pekerjaan dan kehidupan dewasa di masa
depan.[9]
Setelah
sekolah menengah, jalur pelatihan biasanya berkembang
menjadi pendidikan tinggi (Universitas) dan pendidikan dan pelatihan kejuruan
(VET). Program sertifikat di VET dapat berlanjut ke jenjang yang lebih tinggi
seperti Diploma, Advanced Diploma (Diploma Lanjutan), dan Bachelor Degree
(Gelar S1). Program level Diploma, Associate dan Bachelor Degree (Gelar S1) di
Universitas (atau VET) dapat berlanjut ke jenjang yang lebih tinggi seperti
Graduate Certificate (Sertifikat Pascasarjana), Graduate Diploma (Diploma
Pascasarjana), Masters (Magister) dan Doctoral (Doktor).[10]
Tidak jauh
berbeda dengan Indonesia, Indonesia juga memiliki program pendidikan pra
sekolah, yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD pada jalur formal
berbentuk Taman Kanak-kanak (TK) dan Raudhatul Athfal (RA), atau bentuk lain
yang sederajat. Di Indonesia Pendidikan Dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan
Madrasah Ibtidaiyah (MI), atau bentuk lain yang sederajat, dan Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.[11]
Pendidikan
Menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Madrasah Aliyah (MA) atau
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau
Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat. Kemudian
Pendidikan Tinggi mencakup program diploma (D2/D3/D4), sarjana (S1), magister
(S2), spesialis, dan doktor (S3), yang dapat berbentuk akademik, politeknik,
sekolah tinggi, institut, atau universitas.[12]
4.
Kurikulum
Tahun akademik
di Australia dimulai pada akhir bulan Januari dan berakhir pada pertengahan
bulan Desember. Tahun akademik dibagi ke dalam empat term di mana setiap term
yang lamanya kurang lebih 10 minggu. Pada akhir setiap term, para murid
mendapatkan dua minggu liburan, namun pada akhir tahun semua murid mendapatkan
liburan selama kurang lebih enam minggu.[13]
Sedangkan di Indonesia tahun akademik dimulai pada pertengahan bulan Juli dan
berakhir pada akhir bulan Juni. Tahun akademik dibagi menjadi dua semester
yaitu semester ganjil dan genap atau semester 1 dan 2.[14]
Terdapat 8
Bidang Pembelajaran yang penting yang merupakan fokus pengajaran di semua
sekolah Australia. Bidang-bidang tersebut memberikan kepada para pelajar suatu
pendidikan yang utuh dan keterampilan bermasyarakat (sosialisasi).
Bidang-bidang ini didukung dan ditopang oleh semua level Pemerintah Australia.
Semua sekolah yang menerima pelajar Internasional akan mengajar sesuai dengan 8
Bidang Pembelajaran yang Penting itu, seperti[15]:
1)
Seni
2)
Bahasa Inggris
3)
Pendidikan Kesehatan dan Jasmani
4)
Bahasa selain Bahasa Inggris
5)
Matematika
6)
Ilmu Pengetahuan
7)
Kajian Penduduk dan Lingkungan
8)
Teknologi
Selain dari 8 Bidang Pembelajaran yang Penting
tersebut, para pelajar dapat memilih dari sederetan luas mata pelajaran
pilihan, yang memastikan keanekaragaman di pendidikan sekolah Australia.
Contoh-contoh termasuk memakai komputer, perniagaan, undang-undang (hukum),
pertanian, psikologi, drama, desain grafis,penerbangan dan masih banyak lagi.[16]
Di Indonesia kelompok bidang pembelajaran yang
penting bahkan masuk dalam kategori wajib adalah[17]:
1)
Pendidikan agama dan budi pekerti
2)
Pendidikan pancasila dan kewarganegaraan
3)
Bahasa indonesia
4)
Matematika
5)
Ilmu pengetahuan alam
6)
Ilmu pengetahuan sosial
7)
Seni budaya dan prakarya
8)
Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan.
Perbedaan yang sangat mencolok terletak pada
bidang agama dan budi pekerti, Indonesia mengkhususkan bidang tersebut dalam
salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik. Hal ini
menunjukkan bahwa Indonesia masih menjunjung tinggi nilai pendidikan agama dan
budi pekerti.
5.
Pendidikan Agama Islam
Sebagaimana yang telah diuraikan dari
pembahasan sebelumnya, tentang bidang pembelajaran di Australia, tidak ada
bidang pembelajaran agama di sekolah umum, termasuk bidang pembelajaran agama
Islam. Namun di Australia tidak anti terhadap pembelajaran agama.
Sekolah-sekolah yang berbasis agama seperti Sekolah Katolik dan Sekolah Islam,
di dalamnya memuat materi pembelajaran agama sesuai dengan basic sekolah
tersebut.
Sangat berbeda dengan di Indonesia. Pendidikan
agama Islam ada di seluruh sekolah negeri bahkan sampai tingkat perguruan
tinggi negeri. Bahkan di Indonesia, dibawah naungan Kementerian Agama, berdiri
sekolah-sekolah Islam negeri, mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai dengan
Perguruan Tinggi, yaitu Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) setara dengan Sekolah
Dasar (SD), Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) setara dengan Sekolah Menengah
Pertama (SMP), Madrasah Aliyah Negeri (MAN) setara dengan Sekolah Menengah Atas
(SMA), dan perguruan tinggi Universitas Islam Negeri (UIN), Institut Agama
Islam Negeri (IAIN), dan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN). Hal ini juga didukung dengan masyarakat
Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
6.
Bahasa Pengantar
Bahasa Inggris adalah bahasa resmi dan bahasa
pengantar di Australia. Beberapa sekolah menawarkan program dwibahasa atau
program dalam bahasa lain seperti Mandarin, Vietnam, Indonesia dan Jerman.[18]
Sedangkan di Indonesia, bahasa Indonesia adalah bahasa resmi dan bahasa
pengantar di Indonesia. Beberapa sekolah di Indonesia menggunakan bahasa Arab
dan bahasa Inggris sebagai pengantar dalam pembelajaran. Misalnya beberapa
sekolah yang berbasis Pondok Pesantren.
7.
Tingkat Kesulitan Mata Pelajaran
Standar pendidikan dasar di Indonesia jika dilihat dari bobot dan tingkat
kesulitan materi pelajaran, Indonesia jauh lebih tinggi tingkatannya. Jika di
Indonesia, siswa-siswa kelas dua SD sudah mendapatkan banyak pelajaran dan
berbagai pekerjaan rumah serta ulangan atau ujian, tetapi siswa-siswa setaraf
kelas 1 – 2 SD di Australia belum diwajibkan untuk membaca. Bahkan di
Indonesia, siswa TK nol besar diwajibkan lancar membaca dan berhitung, apalagi
jika orangtua mereka berniat mendaftarkan mereka ke Sekolah Dasar unggulan yang
diwajibkan mereka lolos ujian tulis sebagai syarat pendaftaran masuk.
Sungguh berbeda sekali dengan di negeri yang terkenal dengan binatang
kangguru ini. Pendidikan di TK seperti istana bermain dimana mereka bebas bermain, mengembangkan kreatifitas
dan bersosialisasi. Pendidikan dasar di Australia lebih ditekankan sebagai
pondasi untuk belajar mengenal diri sendiri, lingkungan serta pengembangkan
sikap (character building). Mengajarkan hal-hal sederhana secara praktis lebih
ditekankan dibanding teori-teori di kelas. Karena itu, tidak heran
jika di Australia, sering terlihat siswa-siswa SD yang sedang belajar mengukur
kepadatan mobil di jalan raya atau di lain waktu mereka tengah melakukan
kegiatan di luar kelas (excursion),
seperti ke pasar, perkebunan, peternakan kadang mereka belajar juga mengantri,
melakukan transaksi jual beli dan sebagainya. Sebuah pengajaran yang aplikatif
serta bisa langsung diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.[19]
8.
Sistem Penilaian (Assesment)
Salah satu hal yang menarik di Australia adalah tidak ada siswa yang tidak
naik kelas. Memang ada ujian nasional seperti UAN di Indonesia, yaitu tes
standar nasional dikenal dengan istilah NAPLAN (National Assessment Program Literacy and Numeracy) yaitu tes
nasional yang dilakukan serentak di Australia namun tes itu untuk menguji
kemampuan membaca, menulis dan berhitung sebagai persiapan memasuki Year 10
(setara dengan kelas I SMU).[20]
Sedangkan di Indonesia mewajibkan para siswa untuk menempuh ulangan-ulangan
sebagai persyaratan untuk naik kelas dan Ujian Nasional sebagai persyaratan
untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
9.
Pemberian Reward (Penghargaan)
Pemberian reward (penghargaan) terhadap usaha siswa sangat dijunjung
tinggi, baik dalam bentuk verbal maupun non-verbal seperti ucapan pujian ‘well
done’, ‘excellent’, dsb. Yang lebih menarik lagi di SD, setiap ada siswa yang
berbuat baik atau melakukan usaha keras, mempunyai keberanian yang positif,
akan memperoleh reward berupa sertifikat-sertifikat kecil (school rewards) yang nanti jika telah terkumpul sepuluh sertifikat,
akan diumumkan di acara assembly, yaitu acara yang diselenggarakan tiap dua
minggu sekali untuk pengembangan bakat seni para siswa. Di acara tersebut,
masing-masing kelas menampilkan kreatifitas seperti menyanyi, menari, drama,
dsb. Hal yang istimewa lagi, pada school awards juga ditulis hal-hal baik yang
telah dilakukan anak didik, seperti menolong teman yang jatuh, berani berbicara
di depan kelas, jujur, empati, dan perilaku positif lainnya yang dilakukan
siswa. Di sinilah terlihat betapa pengembangan karakter (character building) dan kecerdasan emosi (emotional equvalence) sangat ditekankan dalam pendidikan dasar.
Penghargaan dan feedback yang positif ini juga tertulis di dalam raport siswa.
Jadi penilaian pada rapost siswa di Australia adalah berbentuk narasi, bukan
dalam bentuk angka-angka seperti pada sekolah di Indonesia.[21]
10.
Suasana Belajar
Suasana belajar di sekolah-sekolah dasar di Australia terlihat sangat
kondusif. Beberapa hal yang menunjang proses pembelajaran adalah jumlah siswa
di dalam kelas yang tak lebih dari 20 siswa, media, kumpulan portofolio, dan
alat-alat peraga pembelajaran yang lengkap, dinding kelas yang ‘ramai’
ditempeli dan digantung berbagai macam gambar, tulisan, hasil karya siswa
maupun media buatan guru. Kebanyakan dinding kelas sekolah di Australia
dilapisi papan lunak (softboard),
sehingga dapat digunakan untuk menempel hasil karya siswa dan media belajar.[22]
Hal tersebut jarang terlihat di kelas sekolah di Indonesia yang terlihat
‘bersih’ dan tampaknya masih kurang media serta alat peraga yang dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa. Selain itu, jumlah siswa yang sedikit ini
memungkinkan bentuk formasi bangku yang diatur melingkar sehingga para siswa
dapat belajar, berdiskusi dalam kelompok juga bersosialisasi. Namun bisa kita
pahami, hal ini kurang bisa diterapkan di semua sekolah di Indonesia yang lebih
banyak memiliki kelas-kelas besar, karena jumlah penduduk yang jauh lebih besar
dibandingkan Australia.
C. Penutup
1.
Kesimpulan
Kebijakan bidang pendidikan Indonesia masih
bersifat sentralist, dimana ketentuan-ketentuan, aturan-aturan dan
strategi-strategi pendidikan hampir seluruhnya ditetapkan oleh pemerintah
pusat, perpanjangan tangan kepada tingkat di bawahnya. Setiap tingkat
dibawahnya hanya sebagai agen pelaksana kebijakan pusat yakni; bandan-badan
pendidikan yang ada di provinsi dan daerah harus bertanggungjwab kepada lembaga
di atasnya sampai kepada Tingkat Menteri dan Menteri bertanggungjawab kepada
Presiden. Penyelenggaraan ini termasuk perencanaan anggaran pendidikan.
Berbeda dengan kebijakan bidang pendidikan
Australia yang memberikan kebebasan kepada wilayah/teritorial masing-masing
dalam mengelola dan mengembangkan pendidikan. Sehingga masing-masing wilayah
dapat merancang sistem pendidikan sesuai dengan keadaan penduduk dan wilayah
serta kebutuhan peserta didik di wilayahnya. Hal ini lah yang menjadi salah
satu faktor kemajuan pendidikan di Australia.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin
pemerintah memberikan keleluasaan dalam kebijakan peraturan di bidang pendidikan,
maka akan semakin luas pandangan pendidik, tenaga pendidik serta masyarakat
menuju bangsa yang berkualitas dan berkemajuan.
Luwes Luas
DAFTAR PUSTAKA
Departement of
Education. Get to Know Australian School.
Jakarta: Kedutaan Besar Australia, 2010.
Departement of
Education. Review of the Australian
Curriculum; Final Report. Canberra: Australian Goverment Departement of
Education, 2014.
Departemen
Pendidikan Nasional. Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Pendidikan, Balitbang - Depdiknas
Kemendikbud. Kurikulum 2013-Kompetensi Dasar Sekolah
Dasar (SD) / Madrasah Ibtidaiyah (MI). Kemendikbud. 2013.
Kemendikbud. Kurikulum 2013-Kompetensi Dasar Sekolah
Menengah Pertama (SMP) / Madrasah Tsanawiyah (MTs). 2013.
Kemendikbud. Kurikulum 2013-Kompetensi Dasar Sekolah
Menengah Atas (SMA) / Madrasah Aliyah (MA). 2013.
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan Pasal 87
ayat 2.
The State of
Western Australia. School Education Act
1999. 2003
Saifullah.
“Pendidikan Jerman dan Australia.” Jurnal Ilmiah Peuradeun (International
Multidisciplinary Journal), 2014. Vol 2. Nomor 2.
Website:
http://www.indonesia.embassy.gov.au/jaktindonesian/gambaran_sekilas.html. diakses
pada tanggal 12 Mei 2015.
http://www.idseducation.com/2015/04/24/perbandingan-sistem-pendidikan-di-australia-dan-indonesia/ diakses pada tanggal 28 Mei 2015
http://www.studymelbourne.vic.gov.au/indonesian/study-options/the-education-system
diakses pada tanggal 28 Mei 2015
[1]http://www.indonesia.embassy.gov.au/jaktindonesian/gambaran_sekilas.html. diakses pada tanggal
12 Mei 2015.
[2]http://indonesia.embassy.gov.au/jaktindonesian/gambaran_sekilas.html
diakses pada tanggal 12 Mei 2015.
[3] Ibid.
[4] Ibid.
[5] Saifullah.
“Pendidikan Jerman dan Australia.” Jurnal Ilmiah Peuradeun (International
Multidisciplinary Journal), 2014. Vol 2. Nomor 2. hal.275.
[6] Departemen Pendidikan Nasional. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003.
Jakarta: Pusat Data dan Informasi Pendidikan, Balitbang – Depdiknas. 2004.h.4
[7] “The compulsory education period
for a child is as follows: i) from the beginning of the year in which the child
reaches the age of 6 years and 6 months; (ii) until —(I) the end of the year in
which the childreaches the age of 17 years and 6 months; (II) the child
satisfies the minimum requirements for graduation from secondary school
established under the Curriculum Council Act 1997; or (III) the child reaches
the age of 18, whichever happens first.” School Education Act 1999.h.20-21
[8] Departement of
Education. Get to Know Australian School.
Jakarta: Kedutaan Besar Australia, 2010.h.4
[9] Ibid. h.9-10
[10]
http://www.studymelbourne.vic.gov.au/indonesian/study-options/the-education-system
[11] Departemen
Pendidikan Nasional. 2004. Op.cit..h.7.
[12] Ibid h.7-8
[13]
Departement of Education.
2010. Op. Cit. h.2.
[14] “Tahun akademik dibagi dalam 2
(dua) semester yaitu semester gasal dan semester genap yang masing-masing
terdiri atas 14 (empat belas) sampai dengan 16 (enam belas) minggu.” Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan
Penyelenggaraan Pendidikan Pasal 87 ayat 2.h.64.
[15]
Departement of Education.
2010. Op. Cit. h.3.
[16] Ibid.h.3
[17] Kemendikbud. Kurikulum 2013-Kompetensi Dasar Sekolah
Dasar (SD) / Madrasah Ibtidaiyah (MI). 2013.h.3., Kemendikbud. Kurikulum 2013-Kompetensi DasarSekolah Menengah
Pertama (SMP) / Madrasah Tsanawiyah (MTs). 2013.h.5., Kemendikbud. Kurikulum 2013-Kompetensi Dasar Sekolah
Menengah Atas (SMA) / Madrasah Aliyah (MA). 2013.h.7.
[18]http://www.studymelbourne.vic.gov.au/indonesian/study-options/the-education-system.
Diakses pada tanggal 28 Mei 2015
[19]http://www.idseducation.com/2015/04/24/perbandingan-sistem-pendidikan-di-australia-dan-indonesia/ Diakses pada tanggal 28 Mei 2015
[22] Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar